Ekonomi
Pertamini Adalah Kreativitas Rakyat
Kuamangkuning.com : Sehabis pulang dari tempat kerja tanpa sadar pengurus website jalan-jalan di internet(browsing) dan menemukan artikel yang membuat hati tertarik dengan gambar yang ada di google, yaitu gambar sebuah gerobak PERTAMINI bukan PERTAMINA yaa..?setelah melihat timbul beberapa ide untuk mencari hukum serta mencari sisi baik dari sebuah gambar, dan akhirnya saya menemukan ide kecil yang akan saya bagikan dibawah ini.
Dapat sharing dari pasangan tentang ilegalnya Pertamini. Spontan saya langsung browsing
berita yang dimaksud. Benar saja. Berikut adalah potongan wawancara dengan Direktur BBM BP Migas Hendry Ahmad seperti yang dilansir oleh detik.com:
“Saya tegaskan, Pertamini dan sejenisnya itu ilegal. Hukumannya jelas ada penjara sampai 6 tahun atau denda maksimal Rp 60 miliar, ada di Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 pasal 55," kata Hendry ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (20/8/2015)
Pertamini Adalah Kreativitas Rakyat
Entah apa ujung sumbunya tiba-tiba pertamini kena sorot seperti ini. Sekedar informasi bagi kawan-kawan sekalian, saya bukanlah pelaku usaha pertamini sehingga saya tidak berkepentingan apa pun menulis artikel ini selain tanggapan spontan saja.
Setau saya dari yang diajakan oleh guru PKn di SMA dulu tentang aturan pedangang bensin eceran, salah satunya adalah tidak boleh berdagang sepanjang 2 km, 180 derajat dari SPBU, kurang ingat apa dasar hukumnya. Tapi biar jelas mari kita googling. Ini dia:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas bumi, pada Bab XI pasal 55 Tentang Pidana yang berbunyi:
Pasal 55
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Dari UU Migas di atas jelaslah menjual bahan bakar minyak BERSUBSIDI memang merupakan suatu pelanggaran hukum. Tapi mengapa selama ini pedagang bensin eceran ini seperti dibiarkan? Bukankah pedagang bensin eceran ini sudah bukan lagi hal yang baru?
Atau bagaimana jika kita balik pertanyaannya, kenapa pedagang bensin eceran bisa menjamur? Sudah pernahkah dilakukan penyuluhan terhadap pedagang-pedangang agar paham kalau itu melanggar hukum? Siapa yang akan bertanggung jawab menggaji mereka tiap bulan kalau tidak dibolehkan berdagang?
Pemerintah harusnya bersyukur mempunyai rakyat yang kreatif. Tidak pernah ada aksi menuntut pemerintah agar menyediakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran yang bertambah jumlah saban tahun. Rakyat yang putar akal agar bisa membiayai hidupnya dan keluarganya, sendiri. Harus diakui pertamini adalah pemutakhiran bensin botolan, dan merupakan sesuatu yang menarik bagi pelanggan mereka.
Tidak pernah juga rakyat meminta ada uang bulanan yang harus dibayarkan negara kepada setiap warga negara, seperti negara-negara lain. Tidak pernah. Mereka berusaha sendiri tanpa mengharap apa pun kepada negara. Karena toh siapa pun presidennya tidak membawa dampak apa-apa di lapisan akar rumput. Mereka hanya dibelai saat kampanye, setelah itu mereka dipandang seperti parasit yang membuat rusak laporan perkembangan negara di atas kertas.
Memang, melanggar hukum adalah hal yang tidak baik, tapi bagaimana dengan hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, apakah pemerintah sudah melaksanakan itu? Sudah adakah wadah untuk menampung pedagang-pedagang yang kena penertiban?
"Kami ingin warna baru,gaya baru dalam menjual/mengecer BBM supaya tidak bosan Pake galon terus, Komentar dari salah satu pemilik Pertamini"
Paling tidak, pertamini sudah membantu mengurangi jumlah pengangguran. Mungkin masalahnya adalah pada jenis BBM yang dijual. Kenapa tidak diadakan dialog untuk mencari jalan tengah masalah ini, agar pelaku bisnis pertamini ini tetap bisa mendapatkan penghasilan dan tidak melanggar hukum? Bensinnya diganti dengan yang tidak bersubsidi misalnya. Atau diberikan regulasi agar mereka yang ingin berkecimpung di dunia pompa bensin minion ini bisa terdata dan dikontrol oleh pemerintah. Atau bagaimana kebijaksanaan negara saja sebagai pemerintah yang baik. Saya pikir rakyat cenderung mengikuti pemimpinnya, kalau pemerintah baik, rakyatnya juga ikut baik, dan sebaliknya.
Faktor utamanya karena pemerintah tidak pernah mengadakan komunikasi yang baik dengan rakyatnya sehingga selalu terjadi kesalahpahaman, bahkan ketidaktahuan di masyarakat. Pemerintah juga tidak paham apa sebenarnya yang diperlukan rakyatnya. Seperti asik sendiri di gedung-gedung ber-AC sana. Toh juga kalau mereka sukses memperbaiki hidup, tidak mungkin akan selamanya berjualan bensin eceran, tentu saja mereka akan beralih ke bisnis lain yang lebih menguntungkan dan jauh dari persoalan hukum. Who knows?
Pertanyaan terakhir, apakah dengan menjamurnya pertamini yang melanggar hukum ini tidak mencerminkan kegagalan pemerintah mengurus rakyatnya? Ya, memang harusnya pemerintah malu dengan sindiran rakyat seperti pertamini itu.
Kami cinta Indonesia. :)
Mohon sebarkan supaya pemerintah memahami betapa rakyatnya masih mempunyai ide yang kreative untuk memberikan semangat baru dalam berjualan BBM.
Dapat sharing dari pasangan tentang ilegalnya Pertamini. Spontan saya langsung browsing
berita yang dimaksud. Benar saja. Berikut adalah potongan wawancara dengan Direktur BBM BP Migas Hendry Ahmad seperti yang dilansir oleh detik.com:
“Saya tegaskan, Pertamini dan sejenisnya itu ilegal. Hukumannya jelas ada penjara sampai 6 tahun atau denda maksimal Rp 60 miliar, ada di Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 pasal 55," kata Hendry ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (20/8/2015)
Pertamini Adalah Kreativitas Rakyat
Entah apa ujung sumbunya tiba-tiba pertamini kena sorot seperti ini. Sekedar informasi bagi kawan-kawan sekalian, saya bukanlah pelaku usaha pertamini sehingga saya tidak berkepentingan apa pun menulis artikel ini selain tanggapan spontan saja.
Setau saya dari yang diajakan oleh guru PKn di SMA dulu tentang aturan pedangang bensin eceran, salah satunya adalah tidak boleh berdagang sepanjang 2 km, 180 derajat dari SPBU, kurang ingat apa dasar hukumnya. Tapi biar jelas mari kita googling. Ini dia:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan gas bumi, pada Bab XI pasal 55 Tentang Pidana yang berbunyi:
Pasal 55
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Dari UU Migas di atas jelaslah menjual bahan bakar minyak BERSUBSIDI memang merupakan suatu pelanggaran hukum. Tapi mengapa selama ini pedagang bensin eceran ini seperti dibiarkan? Bukankah pedagang bensin eceran ini sudah bukan lagi hal yang baru?
Atau bagaimana jika kita balik pertanyaannya, kenapa pedagang bensin eceran bisa menjamur? Sudah pernahkah dilakukan penyuluhan terhadap pedagang-pedangang agar paham kalau itu melanggar hukum? Siapa yang akan bertanggung jawab menggaji mereka tiap bulan kalau tidak dibolehkan berdagang?
Pemerintah harusnya bersyukur mempunyai rakyat yang kreatif. Tidak pernah ada aksi menuntut pemerintah agar menyediakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran yang bertambah jumlah saban tahun. Rakyat yang putar akal agar bisa membiayai hidupnya dan keluarganya, sendiri. Harus diakui pertamini adalah pemutakhiran bensin botolan, dan merupakan sesuatu yang menarik bagi pelanggan mereka.
Tidak pernah juga rakyat meminta ada uang bulanan yang harus dibayarkan negara kepada setiap warga negara, seperti negara-negara lain. Tidak pernah. Mereka berusaha sendiri tanpa mengharap apa pun kepada negara. Karena toh siapa pun presidennya tidak membawa dampak apa-apa di lapisan akar rumput. Mereka hanya dibelai saat kampanye, setelah itu mereka dipandang seperti parasit yang membuat rusak laporan perkembangan negara di atas kertas.
Memang, melanggar hukum adalah hal yang tidak baik, tapi bagaimana dengan hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, apakah pemerintah sudah melaksanakan itu? Sudah adakah wadah untuk menampung pedagang-pedagang yang kena penertiban?
"Kami ingin warna baru,gaya baru dalam menjual/mengecer BBM supaya tidak bosan Pake galon terus, Komentar dari salah satu pemilik Pertamini"
Paling tidak, pertamini sudah membantu mengurangi jumlah pengangguran. Mungkin masalahnya adalah pada jenis BBM yang dijual. Kenapa tidak diadakan dialog untuk mencari jalan tengah masalah ini, agar pelaku bisnis pertamini ini tetap bisa mendapatkan penghasilan dan tidak melanggar hukum? Bensinnya diganti dengan yang tidak bersubsidi misalnya. Atau diberikan regulasi agar mereka yang ingin berkecimpung di dunia pompa bensin minion ini bisa terdata dan dikontrol oleh pemerintah. Atau bagaimana kebijaksanaan negara saja sebagai pemerintah yang baik. Saya pikir rakyat cenderung mengikuti pemimpinnya, kalau pemerintah baik, rakyatnya juga ikut baik, dan sebaliknya.
Faktor utamanya karena pemerintah tidak pernah mengadakan komunikasi yang baik dengan rakyatnya sehingga selalu terjadi kesalahpahaman, bahkan ketidaktahuan di masyarakat. Pemerintah juga tidak paham apa sebenarnya yang diperlukan rakyatnya. Seperti asik sendiri di gedung-gedung ber-AC sana. Toh juga kalau mereka sukses memperbaiki hidup, tidak mungkin akan selamanya berjualan bensin eceran, tentu saja mereka akan beralih ke bisnis lain yang lebih menguntungkan dan jauh dari persoalan hukum. Who knows?
Pertanyaan terakhir, apakah dengan menjamurnya pertamini yang melanggar hukum ini tidak mencerminkan kegagalan pemerintah mengurus rakyatnya? Ya, memang harusnya pemerintah malu dengan sindiran rakyat seperti pertamini itu.
Kami cinta Indonesia. :)
Mohon sebarkan supaya pemerintah memahami betapa rakyatnya masih mempunyai ide yang kreative untuk memberikan semangat baru dalam berjualan BBM.
Via
Ekonomi
Post a Comment