Cerpen
Kaya dengan 50 Ribu Sehari
Kaya Dengan Lima Puluh Ribu Sehari
"Ni jatah hari ini", seperti biasa suamiku mengeluarkan uang lembaran lima puluh ribu dan menyerahkannya padaku.
"Segini lagi mas", protesku karena jatah harianku yang selalu sama, belum pernah aku mendapatkan jatah lebih. Dulu saat awal menikah aku tidak terlalu menghiraukan itu semua. Tapi kini anakku perlu banyak biaya.
"Itu hasil nyales hari ini. Sudah terima saja gak usah banyak protes."
Aku hanya diam tak tahu harus bagaimana sementara semua kebutuhan belum terpenuhi. Beberapa hari kedepan lebaran hampir tiba, aku memberanikan diri untuk meminta uang lebih.
"Mas, sebentar lagi lebaran tapi aku tak punya uang mas untuk membeli kue lebaran".
"Harusnya kamu bisa irit, kan bisa tiap hari menabung buat persiapan lebaran!, aku nggak punya uang, dan aku nggak mau tahu karena keborosanmu itu". Mas Bondan pergi dengan amarahnya, sementara aku hanya bisa menangis. Selama ini tidaklah boros, uang lima puluh ribu harus mencukupi kebutuhan dapur, kamar mandi, listrik, dan juga kebutuhan mendesak lainnya seperti gas dan membeli obat jika si kecil sakit.
"Nit, mbak boleh pinjam uang tiga ratus ribu nggak?, Aku beranikan diri untuk meminjam kepada adik iparku yang sudah cukup mapan hidupnya. Suami Nita bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar.
"Ada mbak tapi aku nggak bisa minjamkan lama-lama, paling lama seminggu ya mb?". Nita memberikan uang tiga lembar seratus ribuan kepadaku. Mata Nita kembali ke gawainya, dia sedang asyik belanja online melalui aplikasi oranye yang lagi booming.
"Aku pamit duu, makasih pinjamannya". Ucapku sambil berlalu dari hadapannya sementara Nita hanya diam dan mengangukkan kepalanya.
Dengan uang tiga ratus ribu itu aku segera membelikan kue lebaran dan beberapa cemilan, malu jika ada anggota keluargaku atau teman-teman mas Bondan tapi tidak ada sedikitpun kembang meja.
Hari raya tlah tiba, saatnya bermaaf-maafan ke rumah orang tua dan sanak saudara. Aku bergegas ke rumah mertuaku tanpa membawa buah tangan apapun. Uang yang aku pinjam dari Nita habis tak tersisa. Disana sudah ada Nita dan juga Indra Suaminya. Kami saling berpelukan dan saling memaafkan. Setelah itu seperti tahun-tahun sebelumnya kami selalu menghabiskan waktu bercengkrama bersama keluarga.
"Aku punya sesuatu untuk ibu", Nita mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah berlian dengan harga yang mahal dia berikan kepada ibunya. Mata ibu berkaca-kaca melihat benda berkilauan itu.
"Ini buat ibu?, Makasih ya sayang?, Cantik banget, kapan ya ibu bisa dapat cincin mahal kaya gini dari Siska?, Ibu menyindirku dengan sedikit mengeraskan suaranya. Aku hanya diam, aku tak suka dengan pemandangan seperti ini. Rasanya seperti mendapat tamparam keras di depan orang banyak. Suamiku hanya diam saja tanpa membela.
"Oiya mbak, uang yang kemarin mbak pinjam udah ada?"
"Uang?, kapan Siska pinjam padamu Nit?, kenapa dia tidak bilang padaku?, Suamiku memandang ke arahku dengan tatapan marah.
"Seminggu yang lalu Mas, paling juga uangnya belum ada mas padahal uang itu mau aku buat perlu mas", jelas Nita kepada suamiku.
"Berapa uang yang ia pinjam?"
"Gak banyak sih mas, cuma satu juta". Jawab Nita santai sementara aku mengernyitkan dahiku.
"Bukannya aku hanya pinjam tiga ratus ribu Nit?, kenapa jadi sebesar itu?, Tanyaku memotong pembicaraan mereka.
"Aduh mbak, jaman sekarang itu pinjam uang dimana-mana ya ada bunganya. Udah sini serahkan uangnya?". Nita mengulurkan punggung tanganya ke arahku. Aku tak percaya dia sekejam itu.
"Aku tidak mau membayar uang sebanyak itu, aku akan kembalikan sejumlah uang yang aku pinjam. Aku mengeluarkan uang tiga ratus ribu dari dompetku. Uang itu adalah uang lebaran yang diberikan oleh orang tuaku untuk cucunya Zafran. Aku berlalu dari hadapan mereka dan pulang.
"Berani-beraninya kamu meminjam uang kepada adikku?, Jika kau ulangi lagi maka aku tidak akan memaafkanmu", hardik suamiku begitu aku tiba dirumah.
"Mas yang keterlaluan, selama ini memberikanku uang pas-pasan bahkan kadang kurang, apa mas nggak tahu bagaimana pusingnya aku harus memutar otak agar uang ini cukup?, buka matamu mas!"
"Alah, alasan aja kamu. Kamu aja yang gak bisa irit". Mas Bondan kemudian pergi meninggalkanku keluar. Sementara aku hanya bisa menangis di dalam kamar.
**********
"Sis, minggu depan ada acara temu alumni mumpung suasana masih lebaran, kamu ikut ya?", Pinta Selly teman sebangku dulu saat masih duduk di bangku SMA.
"Aku pengen ikut, tapi...."
"Tapi kamu nggak punya uang?, tenang Sis aku yang bayarin, Selly seakan tahu apa yang ada dalam otakku. Dia paham akan sifatku, sejak SMP kami selalu bersama.
Malu sebenarnya jika mendatangi acara reuni saja harus dibayarkan teman. Aku akan datang, siapa tahu aku mendapatkan jalan keluar, sesekali aku juga butuh waktu bersama teman-temanku.
"Mas, aku mau ikut acara temu alumni boleh?"
"Terserah kamu", jawab suamiku dengan wajah sinisnya. Kemarahannya padaku masih belum berlalu.
Acara yang dijadwalkan telah tiba, kami bertemu di sebuah restoran yang cukup ramai. Banyak diantara teman-temanku yang telah sukses terlihat dari penampilan mereka yang sangat berbeda. Ada yang datang dengan mobil mewahnya ada juga yang berpenampilan bagai artis yang sedang naik daun. Aku sedikit minder karena gaun yang ku kenakan adalah gaun murah yang kebanyakan di jual dipasar. Tidak bermerk dan tidak ternama.
Selly menarik tanganku untuk bergabung bersama teman-teman lamaku. Kami semua melepas kangen dengan berpelukan. Mereka semua tetap sama, bahkan tidak ada yang menghinaku karena gaya pakaianku yang mungkin kampungan. Banyak yang membagikan pengalaman hidup dan motivasi, salah satunya Dewi. Dulu Dewi dikenal sebagai murid yang sering nunggak bayaran sekolah karena orang tuanya miski. Kini berkat kegigihannya ia bisa mempunyai mobil dan membesarkan anaknya sendiri karena suaminya yang pergi meninggalkannya.
"Apa Wi rahasianya bisa sukses kaya gini?", aku mencoba mengorek info darinya.
"Sis, kuncinya kita harus pantang menyerah, jangan hanya berdiri diatas titik yang sama, cobalah melangkah maju walaupun kita tidak tahu kedepannya seperti apa?. Jadikan hinaan orang lain itu sebagai cambuk untuk diri kita sendiri".
"Kalau kita mau usaha tapi nggak ada modal bagaimana Wi?"
"Siapa bilang kita gak punya modal?, modal itu gak melulu harus uang. Diri kita sendiri ini modal Sis, yakin kamu bisa. Kamu bisa memulai usaha dengan modal kecil. Coba kau buka di internet banyak yang sukses walaupun awalnya gak punya modal, yang penting niat, trus tekun dan pantang menyerah". Jelas Dewi panjang lebar. Aku yakin dia wanita hebat yang kini sukses walaupun banyak rintangan yang menghalangi.
Aku mencoba merenungi kata-kata Dewi, aku harus berubah. Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak. Yakinku dalam hati.
Via
Cerpen
Post a Comment