Karomah Guru Syaikh Nawawi Al-Bantani
Karomah Guru Syaikh Nawawi Al-Bantani
Kisah tentang Karomah Guru Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Nawawi al-Bantani memiliki sejumlah kiai yang mengajarnya di Pesantren. Selain Raden Haji Yusuf, ada seorang kiai di Pesantren Cikampek yang mengajar Syaikh Nawawi.
Sahabat Kuamangmedia.com yang kami hormati, Kiai ini mengetahui pesan ibunda Nawawi saat ia akan berangkat nyantri.
Dikisahkan, pada usia 5 tahun, Nawawi sudah mendapat bimbingan pelajaran dari ayahnya, Kiai Umar. Pelajaran yang didapatnya mula-mula adalah ilmu-ilmu dasar agama Islam dan bahasa Arab.
Pelajaran itu kira-kira berlangsung sampai 3 tahun lamanya. Setelah mendapat dasar-dasar pengetahuan agama, Nawawi bersama dua orang saudaranya yakni Tamim dan Ahmad, melanjutkan pelajarannya kepada Haji Sahal, seorang guru terkenal di Banten pada waktu itu.
Dari Haji Sahal, mereka bertiga meneruskan pendidikannya kepada Raden Haji Yusuf, seorang ulama terkenal di daerah Purwakarta, dekat Karawang.
Snouck Hurgronje menyebut bahwa Raden Haji Yusuf adalah seorang ulama yang menarik perhatian para pelajar yang sedang mencari pendidikan agama dan berkelana ke seluruh Jawa, terutama dari Jawa bagian Barat.
Chaidar dalam buku berjudul "Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawi al-Banteni Indonesia" menyebutkan sebelum menuntut ilmu, Nawawi—yang pada waktu itu berusia sekitar 8 tahun terlebih dahulu meminta doa dan restu dari sang ibu. Nyai Zubaidah, ibunya, kemudian melepas kepergian Nawawi dengan hati penuh ikhlas, dan berharap agar anak-anaknya memeroleh ilmu yang bermanfaat.
“Aku doakan dan aku restui kepergianmu mengaji,” ucap ibunya seraya mengelus rambut anaknya. “Dengan satu syarat, jangan kalian pulang sebelum kelapa yang sengaja aku tanam ini berbuah.”
Nawawi, Tamim, dan Ahmad berpamitan sambil mencium tangan ibunya. Segera, mereka pun berangkat menuju pesantren untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Tatkala Nawawi telah merasa cukup menuntut ilmu dari Pesantren Raden Haji Yusuf, ia mengirim kabar terlebih dahulu kepada ibunya.
Nawawi senantiasa teringat pesan sang bunda, agar tidak pulang terlebih dahulu sebelum pohon kelapa yang ditanam ibunya berbuah.
Lama, Nawawi menanti jawaban dari ibunya, namun ternyata tak kunjung datang jua. Akhirnya, Nawawi memutuskan untuk pergi meninggalkan pondok pesantren itu dan mencari pondok pesantren yang lain, bersama Tamim dan Ahmad.
Ketiganya kemudian sampai di pondok pesantren di daerah Cikampek (Jawa Barat) untuk belajar lughat (bahasa Arab).
Di tempat belajarnya yang baru ini, ketiga kakak-beradik ini diuji terlebih dahulu oleh kiainya.
Ternyata, ketiganya lulus ujian dengan baik sekali, bahkan dinyatakan tidak perlu lagi mengulang belajar di pondok pesantren tersebut.
Oleh kiainya itu, mereka bertiga dipersilakan pulang dan diberikan pesan.
“Ilmu kalian telah cukup. Kalian pulanglah, sudah ditunggu ibu kalian. Sebab, pohon kelapa di rumah telah berbuah,”
Ucap dari sang kiai, seakan-akan tahu bahwa santri-santri itu telah ditunggu sang ibu kesayangan meraka.
Dari mana sang kiai mendapat berita bahwa pohon kelapa di rumah Syaikh Nawawi telah berbuah? Dalam buku Karomah Para Kiai karya Samsul Munir Amin dijelaskan hal itu tidak lain karena karomah sang kiai, bisa melihat sesuatu yang gaib walaupun tidak tampak di mata.
Rupanya, apa yang dikatakan sang kiai, guru ahli lughat dari Cikampek itu memang benar. Sebab, setibanya Nawawi, Tamim, dan Ahmad di hadapan sang ibu, pohon kelapa yang sengaja ditanam beberapa tahun yang lalu kini telah tumbuh dan berbuah.
Maka, kedatangan mereka pun disambut dengan suka cita. Nawawi pun kembali ke desa kelahirannya, Tanara, setelah sekian tahun menuntut ilmu di beberapa pesantren.
Cukup lama juga dia mengembara sebagai santri kelana, sejak pohon kelapa yang sengaja ditanam ibunya masih berupa tunas, sampai pohon itu tumbuh dan berbuah.
Keterangan tersebut menunjukkan bahwa lamanya Nawawi mengembara menuntut ilmu di pesantren-pesantren Jawa itu kurang lebih sekitar 6 tahun karena pada umumnya umur pohon kelapa sampai bisa menghasilkan buah adalah 6 tahun.
Artikel Menarik lainnya: Kisah Sedih Seorang Guru yang Dilupakan Siswanya Setelah Sukses!
Ulama Besar
Syaikh Nawawi amat kodang sebagai ulama besar pada ujung abad kesembilan belas Masehi. Beliau tinggal di Mekkah dan menjadi salah seorang guru besar dalam Madzhab Syafi'i.
Disana ia menyandang nama lengkap Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Murid atau Santri nya beratus-ratus orang, datang setiap tahun mengambil pelajaran agama Islam darinya, terutama dari daerah Banten, Cirebon, dan daerah Sunda.
Ada juga muridnya dari tanah Jawa, Melayu, Minangkabau, Sulawesi, Aceh, Ternate, dan daerah yang lain.
Beliau banyak menulis kitab-kitab agama Islam, terutama dalam bahasa Arab, sehingga terkenallah namanya sampai ke Mesir, Syiria, Turki, dan Hindustan. Hampir seluruh dunia Islam mengenal namanya.
Beliau pernah diundang ke Mesir, dan di sana disambut oleh para ulama Mesir dengan sambutan penuh penghormatan.
Namanya tercantum dalam Kamus al-Munjid, sebuah Ensiklopedi Bahasa Arab yang sangat prestisius karya Louis Ma'luf.
Putera-putera Banten sendiri, jika belajar ke Mekkah, Syaikh Nawawi-lah yang dituju. Sebab, Syaikh Nawawi pun mengajar dalam bahasa Sunda. Dan bila telah mendapat ijazah darinya, mereka pun pulang ke Banten, lalu mengajar, mendirikan pondok pesantren dan madrasah.
Oleh karena itu, walaupun telah lama Kerajaan Banten dihapuskan Belanda, dan negeri Banten seakan-akan dipisahkan dari daerah lain, namun pertahanan dan kekayaan jiwa penduduk Banten masih tetap terpelihara.
Pertahanan dan kekayaan jiwa tersebut tidak lain adalah ajaran agama Islam.
Syaikh Nawawi lahir pada 1815 M di Tanara, sebuah desa di kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, Banten—sehingga namanya dikenal dengan “alBantani”. Beliau wafat pada 1897 M di Makkah al-Mukaromah.
Pesan: Jangan pernah bosan belajar sejarah dan beradapan Islam, agar iman serta keyakinan dan kebanggaan terhadap islam semakin meningkat dan kuat didalam hati setiap muslim.
Post a Comment